ADIWARTA.COM: KONAWE – Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengecam tindakan panitia Kementrian Agama (Kemenag) Kabupaten Konawe karena melarang peliputan pelepasan jemaah haji di kantor Kemenag Konawe, Jumat 9 Juni 2023.
Sekretaris JMSI Sultra Adhi Yaksa Pratama mengatakan melarang wartawan melakukan peliputan merupakan suatu tindakan yang secara tidak langsung telah membatasi kebebasan pers dan itu tidak dibenarkan.
Menurut Direktur Adiwarta.com ini, wartawan memiliki tugas penting dalam memberikan informasi yang akurat dan transparan kepada masyarakat, termasuk meliput acara-acara penting seperti pelepasan jemaah calon haji. Dalam hal ini, wartawan berperan sebagai perwakilan masyarakat untuk menyampaikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya.
“Larangan Kemenag Konawe terhadap wartawan untuk meliput pelepasan jemaah calon haji adalah tindakan yang tidak dapat diterima dalam demokrasi dan kebebasan pers. Wartawan memiliki hak untuk melaksanakan tugas jurnalistiknya secara profesional dan bertanggung jawab,” tegas Adhi Yaksa.
Ia juga menekankan pentingnya transparansi dalam penyelenggaraan ibadah haji, terutama dalam hal pelaksanaan pemberangkatan jemaah calon haji.
Kata dia, liputan media merupakan sarana penting untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai persiapan dan proses pemberangkatan jemaah calon haji sehingga akan memberikan rasa tenang dan keyakinan kepada mereka.
Adhi Yaksa berharap agar Kemenag Konawe dapat memperhatikan hak kebebasan pers dan menghormati peran wartawan sebagai pengawal demokrasi. Ia mengimbau agar kebijakan larangan tersebut segera dicabut dan wartawan diberikan akses yang diperlukan untuk melaksanakan tugas jurnalistiknya.
Lebih lanjut Adhi Yaksa menerangkan, tindakan itu bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Bahwa dalam pasal tersebut tegas dijelaskan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, jelas melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
“Kami terus mendorong agar setiap jurnalis menjalankan tugasnya dengan profesional, sesuai kode etik jurnalistik, dan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers,” pungkas Adhi Yaksa.
Humas dan Protokol Kemenag Konawe Jumarlina, S.HI, MH saat dikonfirmasi, menepis informasi tersebut. Ia mengaku jika tidak ada penghalang – halangan kerja jurnalis.
“Kami panitia punya SK, jadi ada dasar. Jangan sampai yang melarang bukan dari panitia,” ucapnya.
Menurut Lina sapaan akrab Humas Kemenag, sebelum berita diterbitkan, seharusnya ada konfirmasi terlebih dahulu ke Kemenag Konawe. Karena kata dia, bisa saja yang melarang bukan dari panitia JCH.
“Kalau berbicara masalah lembaga jelas kami juga minta klarifikasi dari pihak yang menulis berita, karena hal itu bisa saja tidak betul adanya,” katanya.
Meski demikian, masih kata Lina Kepala Kemenag Konawe bersama jajaran menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh insan media apabila pada kegiatan tersebut ada hal-hal yang kurang berkenan.
“Kalau pun ada kejadian seperti yang disampaikan rekan-rekan media, mungkin ada miskomunikasi. Pimpinan kami juga memohon maaf kalau hal itu terjadi. Pada dasarnya Kemenag Konawe Welcome dengan rekan – rekan Media,” pungkas Lina.
Diketahui, wartawan media online pikiranrakyat.com bernama Ilfa mengaku dilarang untuk melakukan peliputan proses pemberangkatan jemaah haji di Kantor Kemenag Konawe.
Menurut Ilfa dirinya telah berada di Kantor Kemenag Konawe sejak pukul 05.30 Wita. Di sana, dia berupaya meminta izin kepada salah satu panitia untuk meliput. Namun, dia tidak diizinkan.
“Saya sudah sampaikan dan memperlihatkan ID Cardku sebagai wartawan, tapi tetap dilarang masuk oleh pihak panitia,” ungkap Ilfa.
Soal pelarangan peliputan itu, dirinya sangat menyesali tindakan oknum dari panitia jemaah calon haji yang tidak memahami tugas pokok dari wartawan.
“Masyarakat butuh informasi dan apa yang terjadi sungguh sangat saya sayangkan, dan ini melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999,” tegasnya.*